SAP 7
PASAR DAN
LEMBAGA KEUANGAN
Perbankan
Syariah
1.
Konsep
Bank Syariah
Pengertian
Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank
lainnya. Sedangkan lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak
dibidang keuangan, dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau hanya
menyalurkan dana atau keduanya.
Menurut
UU RI No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi 3 kegiatan utama yaitu :
1. Menghimpun
dana
2. Menyalurkan
dana
3. Memberikan
jasa lainnya
Dalam
perbankan konvensional, keuntungan diperoleh dari bunga serta biaya-biaya
administrasi dan jasa yang ditawarkan. Sedangkan pada perbankan syariah tidak
beroperasi dengan mengandalkan pada
bunga.
Bank
syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam
Menurut
Syafi’I Antonio dan Karnaen Perwataatmadja, membedakan antara bank Islam dan
bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam yaitu :
- Bank syariah adalah :
1.
Bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah
2.
Bank yang tata cara beroperasinya mengacu
kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan Hadits
- Bank yang beroperasi sesuai prinsip
syariah Islam adalah bank yang operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah
Islam. Khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.
2.
Dasar
Hukum Bank Umum Syariah
Landasan hukum yang
melindungi Bank syariah di Indonesia, ada beberapa peraturan yang membahas
tentang Bank syariah, diantaranya :
1.
Undang-undang dasar 1945
pasal 33
Hukum pertama yang
menjadi asas kegiatan perbankan baik konvensional maupun syariah harus memenuhi
beberapa kriteria yang telah ditetapkan dalam undang-undang dasar 1945 pasal
33, antara lain :
·
Segala bentuk perekonomian disusun
sebagai sebuah usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
·
Semua cabang produksi yang vital atau
penting bagi negara serta menjadi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
·
Bumi dan air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran
rakyat.
·
Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,
keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, menjaga
keseimbangan antara kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
2.
Undang-undang no 7 tahun
1992
Selanjutnya dan
seterusnya kita akan membahas hukum atau landasan yang mengatur tentang Bank
syariah. Dalam undang-undang ini bank syariah diposisikan sebagai bank
umum serta bank pengkreditan rakyat, dimana pemerintah telah memberikan izin
atas keberadaan bank syariah atau bank yang berasaskan islam untuk melakukan
segala tindakan atau kegiatan perbankan layaknya seperti bank konvensional.
3.
Undang-undang no 10 tahun
1998
Undang-undang ini
berisikan tentang penyempurnaan dan penjelasan dari undang-undang no 7 tahun
1992, yakni penjelasan tentang bagaimana bank syraiah sebagai bank umum dan
bank pengkreditan rakyat khususnya berada di pasal 6 serta berisi juga tentang
penjabaran dari prinsip syariah yang terdapat dalam pasal 1 ayat 13.
4.
Undang- undang no 23 tahun
2003
Dalam undang-undang
ini berisi tentang perlindungan dari keberadaan Bank berbasis syariah, dimana
perlindungan tersebut berbentuk penugasan kepada Bank Indonesia untuk
mempersiapkan segala bentuk perangkat anturan serta fasilitas-fasilitas yang
mampu menunjang segala bnetuk kegiatan yang imbasnya akan mendukung kelancaran
dan keefektifan jalannya operasional Bank syariah.
5.
Undang-undang no 21 tahun
2008
Undang-undang
inilah yang lebih spesifik diantara peraturan yang lainnya, dalam undang-undang
no 21 tahun 2008 ini sebenarnya muncul ketika memang di Indonesia perkembangan
Bank syariah semakin pesat untuk itulah ketentuan dan peraturan yang ada dalam
undang-undang ini sangat lengkap.
6.
Peraturan Bank Indonesia
Bank Indonesia
memiliki peranan penting dalam dunia perbankan Indonesia karena Bank ini
menjadi Bank central atau Bank utama di Indonesia. Dalam hal ini Bank Indonesia
juga memiliki wewenang untuk mengatur perjalanan Bank syariah di Indonesia.
Itulah beberapa
landasan atau peraturan dalam bidang perbankan yang menjadi dasar hukum dari
Bank syariah. Selanjutnya kita kan membahas tentang dasar hukum utama yang
menjadi landasan berdirinya bank syariah, kita ketahui bahwasannya bank syariah
adalah bank yang bernafaskan islam , tentu ada beberpa ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang Bank syariah, antara lain :
1.
QS An-Nisa’ ayat 29
Salah satu landasan
hukum islam tentang bank syariah adalah surat An-Nisa ayat 29 yang memiliki
arti “hai orang-orang beriman ! janganlah kalian saling memakan (mengambil)
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan sukarela diantara kalian.” Dalam artian ini bisa ditafsirkan
bahwasannya bank syariah dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh menyeleweng
dari ajaran islam (batil) namun harus selalu tolong menolong demi menciptakan
suatu kesejahteraan. Kita tahu banyak sekali tindakan-tindakan ekonomi yang
tidak sesuai dengan ajaran islam hal ini terjadi karena beberapa pihak tidak
tahan dengan godaan uang serta mungkin mereka memiliki tekanan baik kekurangan
dalam hal ekonomi atau yang lain, maka bank syariah harus membentengi mereka
untuk tidak berbuat sesuatau yang menyeleweng dari islam.
2.
QS Al-Baqarah ayat 238
Ayat selanjutnya
yang menjadi landasan hukum Bank syariah terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat
283, yang memiliki arti “Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain maka hendaknya yang kamu percayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah
bertaqwa kepada Allah SWT.” Dari ayat ini bisa diambil salah satu poin penting
yakni menyampaikan amanat. Dalam bank syariah baik pihak Bank maupun nasabah harus
menjaga amanah yang telah disepakati dalam akad sebelumnya hal ini bertujuan
untuk menjaga kepercayaan dan tetap berkegiatan ekonomi tanpa kecurangan atau
kebohongan sedikitpun. Bisa dibilang harus terbuka dan transparan.
3.
QS Al-Maidah ayat 1-2
Dalam ayat ini
memiliki arti “ Hai orang-orang beriman ! penuhilah akad-akad itu.” Untuk ayat
1 sedangkan arti ayat ke dua “ dan tolong menolonglah kamu dalam hal
kebajikan.” Dari dua ayat ini bisa diartikan bahwasannya Bank syariah hadir
untuk melaksanakan dan menjaga akad-akad yang telah disepakati diantara dua
pihak tidak bnoleh terjadi sebuah penyelewengan namun harus tetap baik dan
benar sesuai dengan ajaran islam serta kesepakatan yang ada. Akad inilah yang
menjadi perbedaan utama anatara bank syariah dan bank konvensional, dalam bank
syariah akad yang diberlakukan adalah memakai sistem bagi hasil. Selain itu
prinsip yang digunakan dalam bank syariah adalah sistem tolong menolong untuk
mengerjakan sebuah kebajikan, dengan hal ini maka selain melakukan kegiatan perbankan
atau perniagaan mereka juga beribadah, dari sinilah nilai plus yang dimiliki
oleh bank syariah.
3.
Organisasi Bank Syariah
1.
Pemilik (Pemegang Saham)
PT Bank Mandiri Tbk. sebagai pemilik
saham BANK MANDIRI SYARIAH memiliki komitmen yang tinggi terhadap penerapan
GCG. Salah satu apresiasi atas komitmen tersebut adalah penghargaan yang
diterima dari Majalah Asiamoney di Singapore berupa ”The Best Corporate
Governance Award” dan ”The Best Disclosure & Transparency” bagi perusahaan
Indonesia periode tahun 2005. Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
terutama RUPS Luar Biasa, telah mengikuti GCG yang berlaku a.l. penetapan
keputusan-keputusan berkenaan dengan Dewan Komisaris, Direksi maupun, Dewan
Pengawas Syariah (DPS).
2.
Dewan Komisaris
Dewan Komisaris berjumlah 3 (tiga)
orang sehingga menyamai (tidak melebihi) jumlah Direksi yang terdiri atas
Komisaris Utama dan 2 (dua) orang anggota Komisaris. Komisaris Independen
berjumlah 2 (dua) orang (66,67%). Penggantian/pengangkatan Dewan Komisaris
langsung melalui RUPS, dikarenakan Komite Remunerasi dan Nominasi belum
terbentuk (target realisasi Triwulan II/ 2007).Satu orang Komisaris merangkap
jabatan Pejabat Eksekutif pada Bank Mandiri (pengecualian karena penugasan dari
Pemegang Saham Pengendali – Bank BUMN).
Dewan Komisaris dibantu oleh Komite
Audit untuk memastikan berjalannya tata kelola perusahaan yang baik, di mana
secara keseluruhan pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Dewan Komisaris telah
berjalan dengan baik.
3.
Direksi
Komitmen Direksi untuk melaksanakan
GCG terus ditegaskan di mana yang terakhir adalah pembuatan Surat Edaran (SE)
untuk jajaran BANK MANDIRI SYARIAH agar mematuhi PBI tentang GCG. Di samping
itu, akan disosialisasikan Piagam (charter) GCG merevisi SKB dan menyesuaikan
dengan pelaksanaan GCG induk perusahaan Bank Mandiri. Salah seorang Direksi
ditetapkan sebagai Direktur Kepatuhan yang juga memantau implementasi GCG dan
membawahi Divisi Manajemen Risiko, Pengembangan Produk, Sistem Teknologi, dan
Desk Sisdur dan Pengawasan Pembiayaan. Penggantian dan atau pengangkatan
Direksi langsung melalui RUPS karena Komite Remunerasi dan Nominasi masih dalam
proses pembentukan. Direksi telah mematuhi komitmen untuk menjalankan kegiatan
Bank secara prudent, sesuai dengan prinsip syariah dan atas setiap hasil audit
baik intern maupun ekstern selalu ditindaklanjuti.
4.
Pemilik (Pemegang Saham)
BANK MANDIRI SYARIAH sepenuhnya
dimiliki oleh Pemegang Saham Pengendali PT Bank Mandiri Tbk. yang merupakan
Bank BUMN dan satu lembar saham BANK MANDIRI SYARIAH dimiliki oleh Mandiri
Sekuritas (group Bank Mandiri) dengan komposisi :
a. PT Bank Mandiri (Persero) :
99,999999%
b. PT Mandiri Sekuritas : 0,0000001%
Berdasarkan Risalah Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (Perubahan Anggaran Dasar Terakhir) PT Bank Syariah
Mandiri No. 56, tgl. 17 Mei 2006, kepemilikan saham BANK MANDIRI SYARIAH tidak
mengalami perubahan yakni sebanyak 71.674.512 lembar saham dimiliki oleh PT
Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan sebanyak 1 (satu) lembar saham oleh PT Mandiri
Sekuritas. Dengan demikian, maka saham PT Bank Syariah Mandiri tidak ada yang
dimiliki oleh perseorangan.
5.
Direktur Kepatuhan
Tanggung jawab Direktur Kepatuhan
telah sesuai dengan PBI yang berlaku maupun best practices perbankan.
Optimalisasi peran Direktur Kepatuhan terus ditingkatkan terutama kelanjutannya
sebagai pengurus Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP). Di
samping itu, terkait dengan pemastian kepatuhan terhadap pengelolaan harta
kekayaan (asset) bank yaitu pembiayaan, penempatan dana, dan pengadaan barang
& jasa telah diterapkan sertifikasi pengujian kepatuhan melalui penerbitan
Sertifikat Kepatuhan (Compliance Certificate) yang pelaksanaannya pada unit
bisnis ditugaskan kepada fungsi Pengawas Kepatuhan dan Prinsip Mengenal Nasabah
(PKP) Cabang maupun Divisi. Seluruh ketentuan eksternal yang berlaku telah
dipatuhi dengan baik dan tidak ada sanksi hukum pelanggaran terhadap BANK
MANDIRI SYARIAH terutama atas ketentuan BI maupun fatwa DSN.Optimalisasi fungsi
kepatuhan BANK MANDIRI SYARIAH terus disempurnakan sejalan dengan perkembangan
organisasi BANK MANDIRI SYARIAH.
6.
Komite-Komite
BANK MANDIRI SYARIAH diwajibkan
membentuk Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, Komite Remunerasi, dan Komite
Nominasi. Dari keempat Komite-komite di bawah Komisaris tersebut yang telah
dibentuk dan berfungsi dengan baik adalah Komite Audit dengan komposisi :
a. Ketua Komite (Komisaris
Independen)
b. Anggota Komite (pihak independen
berpengetahuan Perbankan)
c. Anggota Komite (pihak independen
berpengetahuan Keuangan/Akuntansi)
Komite Audit telah ikut serta dalam
setiap rapat Komisaris dan Direksi yang telah berjalan rutin dan dihadiri
minimal 2 (dua) orang anggota atau 66,67% dimana keputusan rapat selama ini
diambil secara musyawarah mufakat. Pada dasarnya Komite Audit BANK MANDIRI
SYARIAH sudah sesuai dengan tuntutan GCG, namun demikian beberapa komite
lainnya (Komite Pemantau Risiko, Komite Remunerasi dirangkapkan dengan Komite
Nominasi) sedang dalam pembentukan dan ditargetkan pada tahun 2007.
7.
Dewan Pengawas Syari’ah
Dewan pengawas syariah (DPS) adalah
suatu badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN) pada
bank.anggota DPS harus terdiri dari pakar-pakar dibibang syari’ah muamalah
serta memiliki pengetahuan tentang perbankan.
8.
Dewan Nasional Syari’ah
Dewan Nasional Syari’ah (DSN)
merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh
kembangkan penerapan nilai-nilai syari’ahdalam kegiatan perekonomian pada
umumnya.DSN juga mempunyai wewenang :
·
Memberikan atau mencabut rekomendasi
nama-nama yang akan duduk di anggota DPS .
·
Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS
di masing-masing lembaga keuangan syari’ah.
·
Mengeluarkan fatwa yang menjadi
landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti
bank Indonesia dan Badan Pengawasan Pasar Modal.
·
Memberikan peringatan kepada lembaga
keuangan syari’ah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah
dikeluarkan.
9.
Unit Usaha Syari’ah
Unit usaha syari’ah ialah suatu unit
kerja khusus untuk kantor bank konvensional yang memiliki cabang syari’ah. Unit
ini berada dikantor pusat dan dipimpin oleh seorang direksi.
Secara umum jugas UUS mencakup :
·
Mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan kantor cabang syari’ah .
·
Melaksanakan fungsi treasury dalam
rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor-kantor cabang
syari’ah.
·
Menyusun kaporan keuangan konsolidasi
dari seluruh kantor-kantor cabang syari’ah.
·
Melaksanakan tugas piñata usahaan
laporan keuangan kantor-kantor cabang syari’ah.
4.
Kegiatan
Usaha Bank Umum Syariah
Untuk
mengenal jenis dan kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS), hal ini telah
dijelaskan dalam undang - undan perbankan syariah sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang RI No.21 Tahun 2008 Pasal 19.
Menurut
Pasal 19 Kegiatan Bank Umum Syariah meliputi :
1. Menghimpun
dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi'ah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah
2. Menghimpun
dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah
3. Menyalurkan
pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
4. Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akda istishna, atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinisp syariah
5. Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah
6. Menyalurkan
pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak berdasarkan akad
ijarah dan / atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinisp syariah
7. Melakukan
pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah
8. Melakukan
usaha kartu debit dan / atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
9. Membeli,
menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ke-tiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinisp syariah, antara
lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah.
10. Membeli
surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan
/ atau Bank Indonesia
11. Menerima
pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah
12. Melakukan
penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan
prinsip syariah
13. Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah
14. Memindahkan
uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
berdasarkan prinsip syariah.
15. Melakukan
fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah
16. Melakukan
fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah, dan
17. Melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan dibidang perbankan dan di bidang sosial
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan.
5.
Bentuk
Hukum, Permodalan dan kepemilikan
Berdasarkan UU Perbankan, bentuk hukum Bank Syariah dapat
berupa:
a. Perseroan terbatas
b. Koperasi
c. Perusahaan daerah.
Modal
disetor untuk mendirikan Bank Syari’ah ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar
Tiga triliun rupiah. Pendirian Bank Syari’ah hanya dapat dilakukan oleh:
1. Warga
Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia ; atau
2. Warga
Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga Negara asing
secara kemitraan.
Sedangkan
kepemilikan yang berasal dari warga
Negara asing dan atau badan hukum asing setinggi-tingginya sebesar 99% dari
modal disetor bank.
Sementara
kepemilkan Bank oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya adalah sebesar
modal bersih sendiri dari badan hukum yang bersangkutan. Dana yang digunakan
dalam rangka kepemilikan Bank dilarang bersumber dari:
1. Pinjaman
atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapu dari bank dan/atau pihak lain, dan
atau
2. Sumber
yang diharamkan menurut prinsip syari’ah, termasuk dari dan untuk tujuan
pencucian uang (money laundering).
Selanjunya,
berdasarkan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, yang dapat menjadi pemilik
bank adlah pihak-pihak yang:
a. Tidak
termasuk dalm daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham dan atau pengurus bank, sesuai ddengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Menurut
penilaian Bank Indonesia, yang bersangkutan memiliki integritas yang baik yaitu
antara lain adalah:
·
Memiliki akhlak moral yang baik,
·
Mematuhi peraturan perundang-undangan
yang berlaku,
·
Memiliki komitmen yang tinggi terhadap
pengembangan operasional Bank yang sehat.
c. Pemegang
saham pengendali wajib memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan bersedi
untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi Bank dalm
menjalankan usahanya.
6.
Kepemilikan
Bank Syariah
A. Undang-Undang Kepemilikan Bank Syariah
Kepemilikan
Bank oleh badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) “Bank hanya
dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
1. Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
2. Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau
3. Pemerintah
daerah.
Paling tinggi sebesar modal sendiri
bersih badan hukum yang bersangkutan. Kepemilikan bank tergantung kepada
sebesar apa modal yang dikeluarkan.
B. Kepemilikan Dan Perubahan Modal Bank
Kepemilikan Bank oleh badan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) paling tinggi sebesar modal sendiri
bersih badan hukum yang bersangkutan.
Berkaitan dengan kepemilikan,
sumber-sumber dana yang dilarang digunakan dalam rangka kepemilikan bank adalah
:
1.
Berasal dari pinjaman atau fasilitas
pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau
2.
Berasal dari dan untuk tujuan pencucian
uang (money laundering).
Dalam
kepemlikan bank, pemilik bank harus memenuhi persyaratan integritas yang
mencakup akhlak dan moral yang baik, komitmen mematuhi peraturan, dan komitmen
yang tinggi terhadap pengembangan bank yang sehat dan tangguh. Untuk persoalan
ini telah jelas dinyatakan dalam PBI nomor 11/ 3 /2009 Bab III tentang kepemilikan dan perubahan
modal bank pasal 16 yang berbunyi :
“Pihak-pihak
yang dapat menjadi pemilik Bank wajib memenuhi persyaratan integritas, yang
paling kurang mencakup:
1. Memiliki
akhlak dan moral yang baik.
2. Memiliki
komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku; dan
3. Memiliki
komitmen yang tinggi terhadap pengembangan Bank yang sehat dan tangguh
(sustainable).”
Dalam
kepemilikan bank, selain Warga Negara Indonesia juga bisa memiliki bank
sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mengatakan “Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan”.
C. Kepemilikan Oleh Warga Negara Asing
Disebutkan
juga tentang kepemelikan bank Warga Negara Asing dalam PBI BAB II tentang
PERIZINAN Bagian Kesatu Pendirian Bank pasal 6 ayat (2) menyatakan “Kepemilikan
oleh warga negara asing dan/atau badan
hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling banyak
sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen) dari modal disetor Bank”.
Bank
Indonesia (BI) dihimbau segera mengajukan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, terutama pasal 9 ayat 3 tentang
kepemilikan asing yang mereka atur.
D. Struktur Kepemilikan Bank
Sesuai
Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 tentang Kebijakan Tunggal Pada
Perbankan Indonesia (PBI) maka pihak-pihak yang diwajibkan untuk menyesuaikan
struktur kepemilikan bank-banknya dapat memilih salah satu alternatif
penyesuaian struktur kepemilikan sebagai berikut:
a. Mengalihkan sebagian atau seluruh
kepemilikan sahamnya pada salah satu atau lebih Bank yang dikendalikannya
kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi Pemegang Saham
Pengendali (PSP) pada 1 (satu) Bank;
b. Melakukan merger atau konsolidasi atas
Bank-Bank yang dikendalikannya; atau
c. Membentuk Perusahaan Induk di Bidang
Perbankan atau Bank Holding Company
(BHC).
Referensi
:
No comments:
Post a Comment