RMK
SAP 13
MANAJEMEN OPERASI
I.
Pengertian
dan Dimensi Mutu
Mutu
merupakan hal yang sangat penting bagi suatu organisasi, baik itu organisasi
non pendidikan maupun organisasi pendidikan. Mutu sendiri mempunyai berbagai
macam pengertian, seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut: Menurut
Juran dalam M. N. Nasution
(2001), mutu suatu produk adalah kecocokkan penggunaan produk (fitness for
use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Crosby dalam M. N. Nasution (2001)
menyatakan bahwa mutu adalahconformance to requirement, yaitu sesuai
dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila
sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Standar mutu meliputi bahan
baku, proses produksi dan produk jadi.
Pendapat
lain menurut Stanley Sutrisno
(2010:8) mutu adalah “kesesuaian antara produk atau jasa yang dihasilkan
organisasi dengan persyaratan atau kriteria yang ditetapkan oleh pelanggan”.
Sedangkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2008) mengartikan mutu sebagai
derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi
persyaratan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa mutu
merupakan kesesuaian antara produk yang dihasilkan dengan persyaratan yang
diinginkan pelanggan sehingga kepuasan pelanggan bisa terwujud.
Mutu
bisa diukur dengan beberapa dimensi, sehingga dengan dimensi ini bisa
dianalisis apakah suatu produk itu bermutu ataukah tidak. Ada delapan dimensi
mutu, seperti yang dinyatakan oleh Garvin dalam M. N. Nasution (2001) bahwa
delapan dimensi mutu adalah sebagai berikut:
1. Performa (Performance)
berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama
yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
2. Features, merupakan
aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan
pilihan dan pengembanganya.
3. Kehandalan (reliability),
berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam
periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
4. Konformansi (conformance),
berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
5. Daya tahan (durability),
merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan
daya tahan dari produk itu.
6. Kemampuan pelayanan (Service
ability), merupakan karakteristik yang berkaitan dengan
kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan.
7. Estetika (aesthetics),
merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga
berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan
individual.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived
quality), bersifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam
mengonsumsi produk, seperti meningkatkan harga diri.
II.
Konsep TQM dan Continous Improvement dengan 7 tools
Total
Management System atau disingkat dengan TQM adalah suatu sistem manajemen
kualitas yang berfokus pada Pelanggan (Customer focused) dengan melibatkan
semua level karyawan dalam melakukan peningkatan atau perbaikan yang
berkesinambungan (secara terus-menerus). Total Quality Management atau TQM
menggunakan strategi, data dan komunikasi yang efektif untuk meng-integrasikan
kedisplinan kualitas ke dalam budaya dan kegiatan-kegiatan perusahaan.
Singkatnya, Total Quality Management (TQM) adalah pendekatan manajemen untuk
mencapai keberhasilan jangka panjang melalui Kepuasan Pelanggan (Customer
Satisfaction).
III.
Biaya Kualitas
(Quality Cost)
Biaya Kualitas
(Biaya Mutu) atau dalam bahasa Inggris sering disebut dengan Quality Cost
adalah Biaya-biaya yang timbul dalam penanganan masalah Kualitas (Mutu), baik
dalam rangka meningkatkan Kualitas maupun biaya yang timbul akibat Kualitas
yang buruk (Cost of Poor Quality). Dengan kata lain, Biaya Kualitas (Quality
Cost) adalah semua biaya yang timbul dalam Manajemen Kualitas (Quality
Management).
Peningkatan kualitas suatu produk
tidak bisa dilepaskan dari biaya yang akan muncul. Adapun unsur-unsur biaya
yang relevan dengan kualitas yaitu biaya barang yang rusak, biaya pemeriksaan,
biaya pengerjaan kembali barang yang tidak memenuhi standar, biaya karena
keterlambatan produksi akibat kualitas yang buruk, dan kerugian karena
kehilangan pasar. Secara garis besar biaya tersebut dapat dikelompokkan kedalam
tiga bagian yaitu :
·
Biaya pencegahan
Biaya pencegahan
adalah biaya yang diperlukan untuk melakukan usaha agar jangan sampai terjadi
produk yang cacat. Kegiatan ini bersifat mencegah sebelum terjadinya produk
yang cacat. Termasuk kedalam biaya ini adalah biaya untuk perencanaan mutu dan
pengawasan proses, biaya untuk perencanaan dan pemasangan alat-alat maupun
fasilitas yang diperlukan guna mencapai mutu yang ditentukan, dan biaya untuk
pelatihan karyawan dalam meningkatkan keterampilan.
·
Biaya penafsiran
Biaya penafsiran
adalah biaya yang dibutuhkan dalam melakukan pengecekan dan usaha lainnya yang
diperlukan untuk menjaga mutu. Termasuk dalam kelompok biaya ini adalah biaya
untuk pemeriksaan bahan, biaya pemeriksaan kualitas barang dalam proses, biaya
penyortiran, dan biaya lainnya yang dikelurkan untuk pencatatan pada saat
pengecekan.
·
Biaya kegagalan
Biaya ini muncul
karena kesalahan faktor internal. Termasuk dalam kelompok biaya ini adalah
biaya pembetulan produk yang cacat, biaya pembelian bahan atau komponen baru
untuk menggantikan komponen yang tidak dapat digunakan, dan biaya penyelidikan
dan pembetulan kondisi produksi pengolahan yang tidak mampu menghasilkan produk
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
IV.
Six Sigma
Six Sigma
adalah sebuah proses bisnis yang secara drastis meningkatkan kinerja dengan
cara mendesain dan memonitor kegiatan bisnis setiap hari untuk mengurangi cacat
dan sumber daya sementara kepuasan konsumen tetap terjaga.
Istilah six
sigma merujuk pada sebuah program TQM dengan kemampuan proses yang sangat
tinggi (mencapai keakuratan 99,9997%). Istilah six sigma ini
dipopulerkan oleh Motorola, Honeywell, dan General Electric.
Six Sigma,
berbagai didefinisikan sebagai suatu filosofi perbaikan terus-menerus, ukuran
variasi atau, paling umum, sebuah proses metrik kinerja, adalah sebuah
metodologi untuk mengurangi biaya bisnis proses dan limbah, meningkatkan
kualitas dan kinerja pengiriman, dan memastikan bahwa kebutuhan klien lebih
baik dipahami dan ditemui oleh manajemen dan staf. Tidak peduli apa fungsi
suatu organisasi adalah, manajemen mutu sangat penting: bukan hanya manajemen
kualitas, tetapi kualitas manajemen. Meskipun berbagai proses Manajemen Mutu
tersedia, tidak memberikan proses yang lebih akurat kinerja statistik metrik
dari Anda akan mampu menghasilkan dengan menggunakan metode yang disediakan
oleh Six Sigma Pelatihan.
Langkah-Langkah Implementasi Proyek Peningkatan Kualitas
Six Sigma
Proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus melibatkan
secara intensif antara manajemen dari tingkat atas sampai tingkat bawah dan
akan ditangani langsung oleh Black Belts sebagai pemimpin tim manajemen proyek.
Implementasi proyek peningkatan kualitas Six Sigma mengikuti empat tahap :
1.Identifikasi
Tujuan dari tahap identifikasi adalah mengidentifikasi
bisnis-bisnis kunci dari perusahaan. Tanggung jawab dari tahap ini berada pada
manajemen dan Master Black Belts. Tahap identifikasi terdiri dari dua langkah :
a.Recognize (Pengenalan)
Identifikasi proses dari bisnis-bisnis kunci yang
berkaitan langsung dengan pelanggan yang dilakukan oleh manajemen dan Master
Black Belts. Fungsi dari tahap ini adalah memudahkan perusahaan untuk
mengetahui bagaimana proses-proses bisnis kunci itu mempengaruhi profitabilitas
dan kemudian mendefinisikan apa yang menjadi Critical to Business Process.
b.Define (Mendefinisikan)
Untuk mendefinisikan rencana-rencana yang harus dilakukan
guna melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci itu.
Tanggung jawab dari definisi proses bisnis kunci berada pada manajemen dan
Master Black Belts.
2.Karakterisasi
Tujuan dari tahap karakterisasi adalah membantu
menetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh perusahaan melalui proyek
peningkatan kualitas Six Sigma. Tahap karakterisasi terdiri dari dua langkah
yaitu :
a.Measure (Pengukuran)
1) Memilih Karakteristik Critical
to Quality, kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pelanggan.
2) Mendefinisikan standar-standar
pengukuran.
3) Melakukan validasi terhadap
sistem pengukuran.
b.Analyze (Menganalisis)
1) Menetapkan kapabilitas proses.
2) Mendefinisikan target-target kinerja.
3) Mengidentifikasi sumber-sumber variasi.
3.Optimasi
Tujuan dari tahap optimasi adalah mengidentifikasi
langkah-langkah yang dibutuhkan untuk dilaksanakan dalam meningkatkan suatu
proses dan menurunkan sumber-sumber utama penyebab variasi.
Pada umumnya, Black Belts akan memeriksa
variabel-variabel yang terkait dengan prinsip 7M. 7M terdiri dari :
a. Manpower (Tenaga Kerja) :
berkaitan dengan ketrampilan kerja.
b. Machine (Mesin-Mesin) :
berkaitan dengan sistem perawatan preventif terhadap mesin-mesin produksi,
termasuk fasilitas dan peralatan lain.
c. Method (Metode Kerja) : berkaitan
dengan metode kerja yang benar, mengikuti prosedur-prosedur kerja yang
ditetapkan.
d. Material (Bahan Baku dan Bahan
Penolong) : berkaitan dengan kualifikasi dan keseragaman bahan baku dan bahan
penolong yang digunakan dalam proses produksi, serta penanganan terhadap bahan
baku dan bahan penolong tersebut.
e. Media : berkaitan dengan tempat
dan waktu kerja yang memperhatikan aspek-aspek kebersihan, kesehatan,
keselamatan kerja dan lingkungan kerja yang kondusif.
f. Motivation (Motivasi) :
berkaitan dengan sikap kerja yang benar dan profesional (kreatif, proaktif,
mampu bekerja sama dalam tim, dll) yang dalam hal ini akan sangat tergantung
pada sistem balas jasa dan penghargaan terhadap tenaga kerja.
g. Money (Uang) : berkaitan dengan
dukungan keuangan yang mantap guna memperlancar proyek peningkatan kualitas Six
Sigma yang akan diterapkan.
Tahap optimasi terdiri dari dua langkah :
a.Improve (Memperbaiki)
Dalam langkah ini Black Belts sebagai penanggung jawab
harus kreatif dalam mencari cara-cara baru untuk meningkatkan proses agar
menjadi lebih baik, lebih efisien, dan lebih cepat. Dengan kata lain, improve
akan meningkatkan bagian-bagian sistem mencapai sasaran kerja. Dalam langkah
improve terdapat tiga hal pokok yang harus dikerjakan:
1)Mengetahui penyebab potensial yang menyebabkan variasi
proses.
2)Menemukan hubungan variabel-variabel kunci penyebab
variasi.
3)Menetapkan batas-batas toleransi operasional.
b.Control (Pengendalian)
Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam
langkah pengendalian yaitu :
1.Melakukan validasi terhadap sistem pengukuran.
2.Menentukan kapabilitas proses yang telah tercapai
sekarang.
3.Menerapkan rencana-rencana pengendalian proses.
4.Institusionalisasi
Tahap institusionalisasi merupakan tanggung jawab manajemen
dan Master Black Belts. Tahap ini terdiri dari dua langkah yaitu :
a.Standarisasi
Tujuan dari tahap ini adalah menstandarisasi sistem yang
telah terbukti terbaik dalam bisnis kelas dunia.
b.Integrate (Mengintegrasikan)
Tujuan dari langkah integrate adalah mengintegrasikan
metode-metode standar dan proses ke dalam siklus desain, di mana salah satu
prinsip dari Design For Six Sigma (DFSS) adalah bahwa proses desain harus
menggunakan komponen-komponen yang ada, proses-proses dan praktek-praktek yang telah
terbukti terbaik dalam kelasnya.
V.
Standar Mutu Internasional
Pengertian Standar
Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah
didokumentasikan yang di dalamnya terdiri antara lain mengenai
spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat yang
digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk
menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah
dinyatakan. Salah satu contohnya adalah penetapan standar ukuran dan format
kartu kredit, atau kartu-kartu “pintar” (smart) lainnya yang telah mengikuti
standar internasional ISO dan dapat digunakan di berbagai mesin anjungan tunai
mandiri (ATM) di seluruh dunia, dan banyak contoh-contoh lainnya. Dengan
demikian standar internasional telah membantu kehidupan manusia menjadi lebih
mudah, serta lebih meningkatkan keandalan dan kegunaan barang dan jasa.
Pengertian ISO
Organisasi Standar Internasional (ISO) adalah suatu asosiasi
global yang terdiri dari badan-badan standardisasi nasional yang beranggotakan
tidak kurang dari 140 negara. ISO merupakan suatu organisasi di luar
pemerintahan (Non-Government Organization/NGO) yang berdiri sejak tahun 1947.
Misi dari ISO adalah untuk mendukung pengembangan standardisasi dan
kegiatan-kegiatan terkait lainnya dengan harapan untuk membantu perdagangan
internasional, dan juga untuk membantu pengembangan kerjasama secara global di
bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kegiatan ekonomi. Kegiatan pokok ISO
adalah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang kemudian
dipublikasikan sebagai standar internasional.
Nama ISO
Banyak pihak melihat adanya suatu ketidakcocokan antara nama
lengkap “International Organization for Standardization” dengan kependekannya
‘ISO’, dimana ‘IOS’ dianggap lebih tepat. Anggapan itu benar bila penetapan
nama didasarkan pada kependekannya. Yang sebenarnya, istilah ISO bukan
merupakan kependekan, tapi merupakan nama dari organisasi internasional
tersebut. “ISO” berasal dari Bahasa Latin (Greek) “isos” yang mempaunyai arti “sama”
(equal). Awalan kata “iso-“ juga banyak dijumpai misalnya pada kata
“isometric”, “isomer”, “isonomy”, dan sebagainya.
Dari kata “sama” (equal) menjadi “standar” inilah “ISO”
dipilih sebagai nama organisasi yang mudah untuk dipahami. ISO sebagai nama
organisasi juga dalam rangka menghindari penyingkatan kependekannya bila
diterjemahkan ke dalam bahasa lain dari negara anggota, misalnya IOS dalam
bahasa Inggris, atau OIN (Organisation Internationale de Normalisation) dalam
bahasa Perancis, atau OSI (Organsiasi Standardisasi Internasional) dalam bahasa
Indonesia. Dengan demikian apapun bahasa yang digunakan, organisasi ini namanya
tetap ISO.
Kebutuhan Standar Internasional
Dengan adanya standar-standar yang belum diharmonisasikan
terhadap teknologi yang sama dari beberapa negara atau wilayah yang berbeda,
kiranya dapat berakibat timbulnya semacam “technical barriers to trade (TBT)”
atau “hambatan teknis perdagangan”. Industri-industri pengekspor telah lama
merasakan perlunya persetujuan terhadap standar dunia yang dapat membantu
mengatasi hambatan-hambatan tersebut dalam proses perdagangan internasional.
Dari timbulnya permasalahan inilah awalnya organisasi ISO didirikan.
Standardisasi internasional dibentuk untuk berbagai
teknologi yang mencakup berbagai bidang, antara lain bidang informasi dan
telekomunikasi, tekstil, pengemasan, distribusi barang, pembangkit energi dan
pemanfaatannya, pembuatan kapal, perbankan dan jasa keuangan, dan masih banyak
lagi. Hal ini akan terus berkembang untuk kepentingan berbagai sektor kegiatan
industri pada masa-masa yang akan datang.
Perkembangan ini diperkirakan semakin pesat antara lain
karena hal-hal sebagai berikut :
Kemajuan
dalam perdagangan bebas di seluruh dunia
Penetrasi
teknologi antar sektor
Sistem
komunikasi di seluruh dunia
Standar
global untuk pengembangan teknologi
Pembangunan
di negara-negara berkembang
Standardisasi industri adalah suatu kenyataan yang
diperlukan di dalam suatu sektor industri tertentu bila mayoritas barang dan
jasa yang dihasilkan harus memenuhi suatu standar yang telah dikenal. Standar
seperti ini perlu disusun dari kesepakatan-kesepakatan melalui konsensus dari
semua pihak yang berperan dalam sektor tersebut, terutama dari pihak produsen,
konsumen, dan seringkali juga pihak pemerintah. Mereka menyepakati berbagai
spesifikasi dan kriteria untuk diaplikasikan secara konsisten dalam memilih dan
mengklasifikasikan barang, sarana produksi, dan persyaratan dari jasa yang
ditawarkan.
Tujuan penyusunan standar adalah untuk memfasilitasi
perdagangan, pertukaran, dan alih teknologi melalui :
Peningkatan
mutu dan kesesuaian produksi pada tingkat harga yang layak
Peningkatan
kesehatan, keamanan dan perlindungan lingkungan, dan pengurangan limbah
Kesesuaian
dan keandalan inter-operasi yang lebih baik dari berbagai komponen untuk
menghasilkan barang maupun jasa yang lebih baik
Penyederhanaan
perancangan produk untuk peningkatan keandalan kegunaan barang dan jasa
Peningkatan
efisiensi distribusi produk dan kemudahan pemeliharaannya
Pengguna (konsumen) lebih percaya pada barang dan jasa yang
telah mendapatkan jaminan sesuai dengan standar internasional. Jaminan terhadap
kesesuaian tersebut dapat diperoleh baik dari pernyataan penghasil barang
maupun melalui pemeriksaan oleh lembaga independen.
Jenis – jenis ISO :
ISO 9001
ISO 9001 merupakan sistem manajemen mutu dan merupakan persyaratan sistem manajemen yang paling populer di dunia. ISO 9001 telah mengalami beberapa kali revisi dan revisi yang paling akhir adalah ISO 9001:2008. Salah satu ciri penerapan ISO 9001 adalah diterapkannya pendekatan proses. Pendekatan proses ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas sistem manajemen mutu. Pendekatan ini mensyaratkan organisasi untuk melakukan identifikasi, penerapan, pengelolaan dan melakukan peningkatan berkesinambungan (continual improvement).
ISO 14001
Berbeda dengan standar ISO 9001 yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu, maka ISO 14001 merupakan standar yang berisi persyaratan-persyaratan sistem manajemen lingkungan. Konsep yang dipakai dalam ISO 14001 pada prinsipnya sama dengan ISO 9001, yaitu perbaikan berkesinambungan hanya dalam ISO 14001 adalah dalam mengelola lingkungan.
Perusahaan yang menerapkan ISO 14001 harus dapat melakukan identifikasi terhadap aspek dan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan atau operasi perusahaannya terhadap aspek lingkungan. Dalam hal ini bukan hanya pengelolaan terhadap limbah atau polusi, namun juga termasuk upaya-upaya kreatif untuk menghemat pemakaian energi, air dan bahan bakar.
ISO 22000
Perusahaan makanan atau minuman dituntut untuk memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan pelanggannya, sehingga harus meningkatkan pengendalian kontrol internalnya terutama dalam proses produksi.
ISO 22000 merupakan suatu standar yang berisi persyaratan sistem manajemen keamanan pangan. Standar ini fokus terhadap pengendalian dalam sistem dan proses produksi produk makanan dan minuman. Setiap jenis produk baik makanan atau minuman harus dibuatkan rencana proses dan pengendaliannya. Pada dasarnya ISO 22000 tidaklah berbeda jauh dengan ISO 9001, hal yang membedakan terdapat dalam klausul 7: perencanaan dan realisasi produk dan klausul 8: validasi, verifikasi dan perbaikan sistem.
ISO/IEC 27001
Kemajuan dalam dunia teknologi informasi atau yang lebih dikenal dengan IT telah membawa perubahan yang sangat besar dalam dunia bisnis. Dimulai dengan adanya penerapan internet dalam dunia bisnis misalnya website, email sampai penggunaan jejaring sosial lainnya. Perubahan ini menjadikan dikenal adanya transaksi on-line, data-data dan informasi dalam bentuk file komputer dan sebagainya.
Pada tahun 2005, The International Organization for Standardization menerbitkan standar yang kenal dengan ISO/IEC 27001. ISO/IEC 27001 merupakan standar sistem manajemen keamanan informasi atau dikenal juga dengan Information Security Management System (ISMS). ISO/IEC 27001 sekarang ini telah banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang banyak menggunakan aplikasi IT dalam kegiatan bisnisnya.
ISO/TS 16949
Saya yakin Anda telah mengenal jenis-jenis kendaraan bermotor beroda dua atau empat dengan merek-merek terkenal. Kendaraan bermotor tersebut diproduksi oleh perusahaan-perusahaan otomotif yang saat ini berkembang pesat di Indonesia. Dalam upaya menjaga “image” mereknya dimata pelanggan, perusahaan otomotif tersebut harus menjaga mutu produknya.
Upaya perusahaan otomotif dalam menjaga mutu produk salah satunya dengan menerapkan ISO/TS 16949. Pada dasarnya ISO/TS 16949 merupakan Technical Specification yang dikeluarkan oleh ISO sebagai sistem manajemen mutu untuk industri otomotif. Sebagaimana jenis-jenis standar yang dikeluarkan oleh The International Organization for Standardization, ISO/TS 16949 mempunyai konsep perbaikan berkesinambungan, pengendalian terhadap rantai pasok, tindakan perbaikan dan pencegahan.
ISO/IEC 17025
ISO/IEC 17025 merupakan suatu standar yang berisi persyaratan untuk diterapkan oleh suatu lembaga pengujian atau laboratorium. Kata kunci yang dikendalikan dalam standar ini adalah kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi. Keberadaan standar ini sangat penting terutama untuk memastikan validitas dan akurasi hasil pengujian yang berkaitan dalam bidang kesehatan, perdagangan, produksi sampai upaya perlindungan pelanggan.
Laboratorium pengujian dan kalibrasi biasanya dituntut untuk menerapkan ISO/IEC 17025 dalam kegiatannya sampai dilakukan proses akreditasi. Akreditasi ISO/IEC 17025 terhadap suatu laboratorium pengujian atau lembaga kalibrasi akan meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap hasil uji atau kalibrasi yang dikeluarkannya.
ISO 28000
Aksi terorisme yang telah terjadi beberapa tahun yang lalu telah memberikan pengaruh terhadap sistem bisnis. Sehingga dipandang perlu suatu sistem manajemen keamanan yang dapat memastikan keamanan dalam rantai pasokan (supply chain). ISO telah menerbitkan seri standar ISO 28000 yang berupa persyaratan terhadap sistem keamanan rantai pasokan. Standar ini diterapkan terutama untuk perusahaan-perusahaan yang mempunyai ancaman resiko keamanan relatif tinggi misalnya suatu fasilitas umum, bank, logistik, hotel, sampai kilang minyak atau sarana vital lainnya.
ISO 50001
ISO 50001 adalah sebuah standar untuk sistem manajemen energi. Standar tersebut bertujuan membantu organisasi dalam membangun sistem dan proses untuk meningkatkan kinerja, efisiensi, dan konsumsi energi. Standar tersebut berlaku bagi semua jenis dan ukuran organisasi. ISO 50001 dirancang untuk membantu organisasi agar lebih baik dalam menggunakan aset energinya, untuk mengevaluasi dan memprioritaskan penggunaan teknologi hemat energi, serta untuk mendorong efisiensi pada seluruh rantai suplai. ISO 50001 juga dirancang agar dapat terintegrasi dengan standar manajemen lain, terutama ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan) dan ISO 9001 (Sistem Manajemen Mutu).
No comments:
Post a Comment