SAP
12
PASAR
DAN LEMBAGA KEUANGAN
1.
Pengertian
Kartu Plastik
Kartu
Plastik merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga
keuangan dan dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan.
Perkembangan penggunaan kartu plastik dalam berbagai bentuknya menunjukan bahwa
alat ini tidak hanya digunakan sebagai alat pembayaran, tetapi juga untuk tujuan
lain seperti penarikan uang tunai. Berdasarkan pada pertimbangan dapat dibawa
bepergian dengan praktis, dapat digunakan sewaktu-waktu, dan kemudahan
penggunaan yang lain kartu plastik ini
semakin luas digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan (Nuritomo dan
Budisantoso, Totok, 2014).
2.
Jenis-Jenis
Kartu Plastik
Kartu
Pastik dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Lingkup
geografis penggunaan ada yang domestik dan ada juga yang internasional. Kartu
dengan lingkup internasional berarti kartu tersebut tidak dapat digunakan dalam
batas wilayah satu negara saja tetapi dapat juga digunakan diberbagai negara.
Atas dasar penggunaan kartu tersebut, jenis kartu plastik terdiri atas hal-hal
sebagai berikut (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014):
a. Kartu Kredit
Kartu
Kredit (credit card ) atau merupakan alat berbentuk kartu yang di terbitkan
oleh suatulembaga keuangan dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran
transaksi pembelin barang dan jasa yang pembayaran pelunasannya dapat dilakukan
oleh pembeli secara sekaligus atau angsuran pada jangka waktu tertentu setelah
kartu digunakan sebagai alat pembayaran.
b. Chargecard
Changse
card merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga
keuangan dan dapat di gunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian
barang dan jasa yang pembayaran pelunasannya harus dilakukan oleh pembeli
secara sekaligus pada jangka waktu
tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran.
c. Kartu debit (debit card)
Kartu
debit (debit card) atau merupakan suatu alat berbentuk kartu yang ditebitkan
oleh suatu lembaga keuangan dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran
transaksi pembelian barang dan jasa dengan cara mendebit atau mengurangi saldo
rekening simpanan pemilik kartu (card holder) serta pada saat yang sama
mengkredit saldo rekening penjual (merchant) sebesar nilai transaksi barang dan
jasa (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014).
d. Cash card
Cash
card merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga
keuangan dan dapat digunaka sebagai alat penarikan uang tunai secara manual
melalui teller bank atau melalui ATM. Penjelasan tersebut menunjukan bahwa
terdapat dua cara penarikan uang tunai dengan cash card, yaitu (Nuritomo dan
Budisantoso, Totok, 2014):
1. Melalui petugas/teller pada kantor
cabang bank pengelola;
2. Melalui ATM yang terdapat pada berbagai
tempat.
3.
Peran
Bank Indonesia Dalam Regulasi Kartu Plastik
Peran
Bank Indonesia dalam regulasi kartu plastik terwujud dari diterbitkannya
Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tanggal 21 Januari 2014 tentang Perlindungan
Konsumen Jasa Sistem Pembayaran yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Bank
Indonesia No.14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
A.
Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tanggal 21 Januari 2014 tentang Perlindungan
Konsumen Jasa Sistem Pembayaran (http://www.bi.go.id).
·
Peraturan Bank
Indonesia (PBI) ini diterbitkan dalam rangka melengkapi pengaturan mengenai
perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran yang saat ini tersebar dalam
beberapa ketentuan Bank Indonesia agar menjadi komprehensif dan lebih
mencerminkan prinsip-prinsip perlindungan konsumen.
·
Ruang lingkup pengaturan
PBI ini mencakup perlindungan konsumen dalam kegiatan jasa Sistem Pembayaran
yang meliputi:
a.
penerbitan instrumen pemindahan dana dan/atau penarikan dana;
b.
kegiatan transfer dana;
c.
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu;
d.
kegiatan uang elektronik;
e.
kegiatan penyediaan dan/atau penyetoran uang Rupiah; dan
f.
penyelenggaraan Sistem Pembayaran lainnya yang akan ditetapkan dalam ketentuan
Bank Indonesia.
·
Prinsip Perlindungan
Konsumen yang diterapkan dalam memberikan perlindungan kepada Konsumen Jasa
Sistem Pembayaran meliputi:
a) keadilan
dan keandalan;
b) transparansi;
c) perlindungan
data dan/atau informasi Konsumen; dan
d) penanganan
dan penyelesaian pengaduan yang efektif.
·
PBI ini mengatur hak,
kewajiban, dan larangan bagi Penyelenggara dalam melakukan kegiatan Sistem
Pembayaran, antara lain sebagai berikut:
a) Hak
Penyelenggara
1) memastikan itikad baik Konsumen; dan
2) mendapatkan informasi dan/atau dokumen
mengenai Konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.
b. Kewajiban Penyelenggara
1) memberikan kesetaraan akses kepada Konsumen;
2) memiliki
mekanisme dan prosedur pemberian layanan akses, termasuk mekanisme dan prosedur
pemberian layanan akses kepada Konsumen berkebutuhan khusus;
3) memperoleh
persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Konsumen jika akan memberikan
jasa Sistem Pembayaran yang berdampak biaya bagi Konsumen;
4)
memiliki pedoman penetapan biaya untuk menetapkan biaya secara wajar;
5)
menyediakan sistem yang andal dalam menyelenggarakan kegiatan jasa Sistem
Pembayaran;
B.
Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (www.bi.go.id).
1. Perubahan Peraturan Bank Indonesia ini
diterbitkan untuk meningkatkan penerapan aspek kehati-hatian, aspek
perlindungan konsumen, dan manajemen risiko pemberian kredit dalam
penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK).
2. Pokok-pokok materi perubahan yang
dimuat dalam Peraturan Bank Indonesia ini antara lain meliputi:
a) penegasan definisi Acquirer dalam
rangka memperjelas peran dan cakupan kegiatan Acquirer, serta pencantuman
definisi Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain, yang
dikenal dengan Alih Daya.
b) pengaturan batas maksimum suku bunga
Kartu Kredit, yang besarnya ditetapkan Bank Indonesia dengan Surat Edaran Bank
Indonesia.
c) pengaturan persyaratan dalam pemberian
fasilitas Kartu Kredit seperti batas minimum usia, batas minimum pendapatan,
batas maksimum plafon kredit, dan jumlah maksimum Penerbit yang dapat
memberikan fasiltas Kartu Kredit yang akan diatur secara rinci dengan Surat
Edaran Bank Indonesia.
4.
Konsep
Kartu Kredit (Sejarah, Pihak Terkait, Manfaat Dan Mekanisme Kartu Kredit)
·
SEJARAH KARTU KREDIT
Ide penggunaan kartu kredit diawali
pada 1950-an secara kebetulan. Peristiwanya terjadi di Kota New York, Amereka
Serikat pada sebuah restoran. Seorang pengusaha bernama Frank McNamara
mengadakan perjamuan makan bagi rekan usahanya di restoran tersebut. Pada saat
akan membayar, ia kebingungan dan malu karena ternyata lupa membawa uang tunai
sama sekali. Satu-satunya tindakan yang dapat dilakukannya hanyalah
meninggalkan karu identitas dengan maksud akan membayar kepada restoran
tersebut setelah ia pulang untuk mengambil uang tunai dalam jumlah yang cukup.
Kartu identitas tersebut berlaku sebagai semacam jaminan bahwa si pengusaha
pasti akan melunasi kewajibannya (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2104: 334).
Kartu
plastik mulai diperkenalkan kepada masyarakat dan masyarakat sedikit demi
sedikit mulai terbiasa dengan penggunaan kartu kredit dan kartu ATM. Citibank dan Bank Duta adalah
bank-bank yang termasuk pelopor penggunaan kartu plastik di Indonesia melalui
kerja samanya dengan Visa Internasional dan Mastercard International.
Perkembangan kartu plastik semakin pesat dengan dibangunnya jaringan perbankan
di seluruh Indonesia, dan nama-nama kartu yang lain mulai diperkenalkan seperti
Amex Card, BCA Card, Astra Card, Procard, Exim Smart, dan lain-lain sesuai
dengan fungsi dan keunggulannya masing-masin. (Nuritomo dan Budisantoso, Totok
, 2014: 335)
·
PIHAK TERKAIT
Pihak-pihak
yang terkait dengan penggunaan kartu kredit meliputi hal-hal sebagai berikut
(Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014: 335):
a. Penerbit (issuer)
Issuer
adalah pihak atau lembaga yang menerbitkan dan mengelola kartu kredit. Lembaga
penerbit ini dapat berupa lembaga keuangan bukan bank yang secara khusus
bergerak dalam bidang kartu kredit, lembaga keuangan bukan bank lain, bank,
atau perusahaan nonlembaga keuangan.
b. Pengelola (acquirer)
Acquirer
adalah pihak yang melewati kepentingan penertbit kartu untuk menyalurkan kartu
kredit, melakukan penagihan pada pemilik
kartu, melakukan pembayaran kepada pihak merchant.
c. Pemilik Kartu (card holder)
Pemilik
kartu adalah pihak yang menggunakan kartu kredit untuk kegiatan pembayarannya.
Seseorang yang ingin mempunyai kartu kredit belum tentu selalu disetujui
apabila mengajukan permohonan kartu kredit kepada acquirer atau issuer.
d. Penjual (merchant)
Merchant
adalah pihak penjual barang dan jasa yang dibeli oleh pemilik kartu dengan
menggunakan kartu kreditnya. Sebelum merchant menerima pembayaran dengan kartu
kredit tertentu, merchant tersebut terlebih dahulu mengadakan perjanjian
kerjasama dengan issuer dan acquirer.
·
MANFAAT
Secara
umum, pengunaan kartu kredit sangat bermanfaat bagi peningkatan efisiensi dan
keamanan transkasi jual beli. Apabila ditinjau dari sisi pihak-pihak yang
terkait dalam penggunaan kartu kredit, maka manfaat dapat dikelompokan sebagai
berikut (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014: 338):
1. Bagi Pemilik Kartu
a. Risiko kehilangan dan pencurian uang
lebih rendah karena kalaupun kartu hilang, pemilik kartu dapat segera
menghubungi issuer atau acquirer untuk memblokir kartu. Kartu yang telah
diblokir tidak dapat digunakan lagi sebagai alat pembayaran pada merchant.
b. Lebih praktis karena tidak perlu
membawa uang tunai dalam jumlah besar.
c. Mengatasi kebutuhan dana mendesak dalam
jangka waktu pendek tanpa harus mengajukan permohonan kredit kepada bank atau
lembaga keuangan lain.
d. Fasilitas lain yang ditawarkan oleh
issuer pada kartu kredit yang diterbitkan seperti asuransi, informasi dokter,
kemudahan pembelian barang dan jasa pada merchant tertentu, dan lain-lain.
2. Bagi Issuer
Manfaat yang dapat diterima oleh
issuer adalah adanya penerimaan yang berasal dari:
a. Uang pangkal;
b. iuran tahunan;
c. diskon terhadap pembayaran kepada
merchant
d. bunga atas sisa tagihan yang belum
dibayar;
e. bunga atas pelanggaran batas maksimum
kredit;
f. denda atas keterlambatan pembayaran.
3. Bagi Merchant
a. Risiko
kehilangan dan pencurian uang lebih rendah karena pembayaran oleh pembeli tidak
dengan uang tunai.
b. Lebih
praktis karena tidak pelu menyimpan uang tunai di kasir dalam jumlah besar.
c. Peningkatan
penjualan karena pembeli dapat membeli secara kredit melalui issuer.
4. Bagi Acquirer
a. Penerimaan
berupa interchange fee.
b. Pemilik
kartu dapat disyaratkan untuk memiliki rekening simpanan pada acquirer yang
berupa bank.
c. Acquirer
yang berupa bank berkesempatan untuk menawarkan produk-produknya yang lain pada
pemilik kartu.
·
MEKANISME KARTU KREDIT
Meskipun
tidak ada perbedaan yang penting, mekanisme penggunaan kartu kredit dapat
dibedakan antara mekanisme yang melibatkan pihak acquirer dan mekanisme yang
tanpa acquirer. Kedua mekanisme penggunaan kartu kartu kredit tersebut akan
diuraikan dalam tahap-tahap sejak adanya perjanjian awal, kemudian adanya
permohonan kartu kredit oleh calon pemilik kartu sampai dengan pembayaran
tagihan sebagai berikut (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014: 340):
a. Melibatkan Pihak Acquirer
1. Penerbitan kartu oleh issuer.
2. Perjanjian antara issuer dengan
merchant
3. Perjanjian antara issuer dengan
acquirer
4. Permohonan kartu kredit oleh calon
pemilik kartu
b.
Tidak Melibatkan Pihak Acquirer
1. Penerbitan kartu oleh issuer.
2. Perjanjian antara issuer dengan
merchant.
3. Permohonan kartu kredit oleh calon
pemilik kartu.
4. Analisis oleh issuer mengenai kelayakan
calon untuk menjadi pemilik kartu. Limit kredit yang lebih tinggi biasanya
disertai persyaratan yang lebih berat bagi calon pemilik kartu.
Sebelum kartu kredit dapat mulai
digunakan terlebih dahulu harus diadakan perjanjian antara lain (Nuritomo dan
Budisantoso, Totok, 2014: 336):
1.
Perjanjian antara issuer dengan acquirer
Perjanjian ini terutama meliputi
hal-hal teknis yang menyangkut tugas dan hak acquirer secara operasional dalam
hal menyalurkan kartu kredit, melakukan penagihan, dan pembayaran kepada
merchant, termasuk persyaratan-persyaratan yang akan diterapkan terhadap
pemilik kartu dan merchant.
2. Perjanjian antara issuer dengan
pemilik kartu
Perjanjian ini meliputi beberapa
hal sebagai berikut:
a. Perjanjian
umum
b. Pembayaran
tagihan
c. Bunga
d. Biaya
e. Transaksi
dalam valas
f. Lain-lain
3.
Perjanjian antara issuer dengan merchant
Perjanjian ini meliputi beberapa hal antara lain:
a. Hak
issuer
b. Hak
merchant
c. Kewajiban
merchant
5.
Diskusi:
Pelanggaran-Pelanggaran Dan Kasus Kriminal Barbasis Kartu Plastik
Dikutip dari berita tempo 20 Maret
2013, kejahatan uang plastik terus bertambah setiap tahun. Juru bicara Bank
Indonesia, Difi A. Johansyah, mengatakan angka pemalsuan kartu kredit dan debit
terus meningkat.
Pada 2012, Bank Indonesia mencatat
angka kejahatan uang plastik mencapai 22 ribu kasus, naik dibanding tahun
sebelumnya yang sebanyak 19.700 kasus. Sedangkan pada 2010, kasusnya sebesar
18.122. Tahun 2012 ada 11 jenis kejahatan, seperti memakai identitas fiktif
untuk kartu kredit, mengubah identitas pemilik kartu atautake over, dan
menggunakan kartu kredit milik orang lain.
Data ini digunakan Bank Indonesia
sebagai dasar analisis sebelum menentukan dan melakukan mitigasi risiko. Dugaan
pencurian data terjadi pada saat nasabah berbelanja di gerai The Body Shop.
Sumber Tempo mengatakan data curian itu digunakan untuk membuat kartu duplikat
yang ditransaksikan di Amerika Serikat dan Meksiko. Data yang dicuri berasal
dari berbagai bank, di antaranya Bank BCA dan Bank Mandiri. Jumlah kerugian
nasabah ditaksir ratusan juta rupiah.
Asosiasi Kartu Kredit Indonesia
(AKKI) telah meminta sejumlah gerai untuk tak mengambil data nasabah dari kartu
kredit ataupun kartu debit yang menggunakan sistem magnetic stripe. General
Manager AKKI, Steve Marta, mengatakan data nasabah yang disimpan oleh gerai
tersebut bisa digunakan untuk pemalsuan kartu kredit.
Mengacu pada pengalaman sebelumnya,
General Manager AKKI, Steve Marta,
mengungkapkan, pencurian data semacam ini dilakukan oleh oknum, bukan
oleh merchant. Transaksi dengan kartu
kredit tiruan terjadi di negara-negara yang masih menggunakan kartu magnetic
stripe. Sedangkan transaksi kartu debit tiruan biasanya dilakukan di dalam
negeri.
Indonesia menerapkan dua sistem
pada transaksi kartu kredit, yaitu magnetic stripe dan cip. Penggunaan cip
bertujuan untuk mengantisipasi tindak kejahatan kartu kredit. Sedangkan
transaksi kartu kredit dengan magnetic stripe sebenarnya sudah dilarang.
Chief Financial Officer The Body
Shop Indonesia, Jahja Wirawan Sudomo, mengatakan perusahaan sedang menyelidiki
kasus pemalsuan data nasabah. Pekan depan, hasil penyelidikan akan diserahkan
ke kepolisian. Untuk sementara waktu, The Body Shop tidak menerima pembayaran
melalui kartu kredit dan debit. Dari kasus ini Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah agar menerbitkan undang-undang yang
mengatur perlindungan data nasabah. (dikutip dari berita m.tempo.co)
Perlindungan Hukum yang Diberikan
Oleh Bank Kepada Pemegang Kartu Kredit
Menurut keterangan dari Bapak
Nanang Indra Maya sebagai Assisten Marketing Officer (program kartu kredit)
pada Bank Mandiri Cabang Mataram, dalam hubungan dengan perlindungan hukum
terhadap nasabah pemegang kartu kredit antara lain dengan cara (Sari, Ni Ketut
Devy Ratna, 2014) :
a. Perlindungan
Hukum Preventif; Perlindungan hukum preventifbertujuan untuk mencegah
terjadinya sengketa. Upaya perlindunganhukum preventif pada Bank Mandiri
didasarkan sesuai dengan UndangUndang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen khususnyadalam Pasal 4 huruf a.
Berdasarkan pasal di atas
didapatlah kebijakan dari pihak Bank yangmerupakan implementasi dari UU No. 8
Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu dengan mengeluarkan chip yang
digunakan hanya sebagai pengaman terhadap pemalsuan atau penggandaan atas fisik
kartu kredit. Dan demi kenyamanan dan keamanan konsumen, per tanggal 1 Januari
2015 Bank Mandiri akan mengimplementasikan penggunaan PIN (Personal Identiti
Number) untuk setiap transaksi kartu kredit yang dilakukan di mesin EDC di Indonesia.
Penggunaan PIN akan menggantikan tertandatangan pada sales draft (Sari, Ni
Ketut Devy Ratna, 2014).
b. Perlindungan Hukum Represif;
Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa terhadap
nasabah pemegang kartu kredit diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen yaitu Pasal 19 ayat (1) dan (2), Pasal 23, Pasal
45 ayat (1) dan Pasal 64. Dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) disebutkan (Sari, Ni
Ketut Devy Ratna, 2014):
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerugian, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau
jasa yang sejenis atau serta nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Ada suatu tindaka kejahatan kartu
plastik yang disebut carding. Dimana carding adalah kejahatan terhadap kartu
kredit orang lain dengan caramencuri nomor kartu kredit milik orang lain.
Setelah mendapatkan nomor kartukredit maka orang tersebut menggunakannya untuk
melakukan transaksi diperdagangan internet (Sari, Ni Ketut Devy Ratna, 2014).
Carding merupakan suatu tindakan
penyalahgunaan kartu kredit ataupunkartu ATM yang dalam hal ini diperoleh
dengan berbagai cara. Sehingga orangyang mempunyai kartu kredit maupun ATM
menderita kerugian atas tindakannyatersebut. Tindakan tersebut merupakan suatu
bentuk penipuan yang diawalidengan pencurian data-data pemilik kartu melalui
internet (Sari, Ni Ketut Devy Ratna, 2014)
.
Dalam hal terjadinya carding pada
nasabah pemegang kartu kredit, bank selaku penerbit tidak bertanggung jawab
atas terjadinya carding karena yang di anggap lalai adalah nasabah dan bukan
pihak bank. Jadi, tanggung jawab dibebankan kepada siapa yang bersalah
melakukan pemalsuan. Carding merupakan tindak kejahatan yang menjadi lingkup
tindak pidana, akan tetapi penyelesaian dilakukan secara perdata, pemegang
kartu kredit ikut bertanggung jawab jika bermasalah, baik karena kesengajaan
atau kurang hati-hati. Misalnya, seseorang meminjamkan kartunya kepada orang
yang melakukan pemalsuan. Jika, tidak ada satu pihak pun yang dapat dimintai
tanggung jawab, maka yang bertanggung jawab adalah mereka yang harus menanggung
risiko secara hukum perdata dalam perjanjian pinjam uang (antara pihak penerbit
dengan pihak pemegang) (Sari, Ni Ketut Devy Ratna, 2014).
No comments:
Post a Comment