Saturday, May 19, 2018

SAP 12 Kartu Plastik PLK


SAP 12

PASAR DAN LEMBAGA KEUANGAN
“KARTU PLASTIK


1.      Pengertian Kartu Plastik
Kartu Plastik merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan dan dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Perkembangan penggunaan kartu plastik dalam berbagai bentuknya menunjukan bahwa alat ini tidak hanya digunakan sebagai alat pembayaran, tetapi juga untuk tujuan lain seperti penarikan uang tunai. Berdasarkan pada pertimbangan dapat dibawa bepergian dengan praktis, dapat digunakan sewaktu-waktu, dan kemudahan penggunaan  yang lain kartu plastik ini semakin luas digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014).
2.      Jenis-Jenis Kartu Plastik
Kartu Pastik dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Lingkup geografis penggunaan ada yang domestik dan ada juga yang internasional. Kartu dengan lingkup internasional berarti kartu tersebut tidak dapat digunakan dalam batas wilayah satu negara saja tetapi dapat juga digunakan diberbagai negara. Atas dasar penggunaan kartu tersebut, jenis kartu plastik terdiri atas hal-hal sebagai berikut (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014):
a.         Kartu Kredit
Kartu Kredit (credit card ) atau merupakan alat berbentuk kartu yang di terbitkan oleh suatulembaga keuangan dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelin barang dan jasa yang pembayaran pelunasannya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus atau angsuran pada jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran.
b.         Chargecard
Changse card merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan dan dapat di gunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa yang pembayaran pelunasannya harus dilakukan oleh pembeli secara sekaligus  pada jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran.
c.         Kartu debit (debit card)
Kartu debit (debit card) atau merupakan suatu alat berbentuk kartu yang ditebitkan oleh suatu lembaga keuangan dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa dengan cara mendebit atau mengurangi saldo rekening simpanan pemilik kartu (card holder) serta pada saat yang sama mengkredit saldo rekening penjual (merchant) sebesar nilai transaksi barang dan jasa (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014).
d.         Cash card
Cash card merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan dan dapat digunaka sebagai alat penarikan uang tunai secara manual melalui teller bank atau melalui ATM. Penjelasan tersebut menunjukan bahwa terdapat dua cara penarikan uang tunai dengan cash card, yaitu (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014):
1.         Melalui petugas/teller pada kantor cabang bank pengelola;
2.         Melalui ATM yang terdapat pada berbagai tempat.
3.      Peran Bank Indonesia Dalam Regulasi Kartu Plastik
Peran Bank Indonesia dalam regulasi kartu plastik terwujud dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tanggal 21 Januari 2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
A.                Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tanggal 21 Januari 2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran (http://www.bi.go.id).
·         Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini diterbitkan dalam rangka melengkapi pengaturan mengenai perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran yang saat ini tersebar dalam beberapa ketentuan Bank Indonesia agar menjadi komprehensif dan lebih mencerminkan prinsip-prinsip perlindungan konsumen.
·         Ruang lingkup pengaturan PBI ini mencakup perlindungan konsumen dalam kegiatan jasa Sistem Pembayaran yang meliputi:
a. penerbitan instrumen pemindahan dana dan/atau penarikan dana;
b. kegiatan transfer dana;
c. kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu;
d. kegiatan uang elektronik;
e. kegiatan penyediaan dan/atau penyetoran uang Rupiah; dan
f. penyelenggaraan Sistem Pembayaran lainnya yang akan ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia.
·         Prinsip Perlindungan Konsumen yang diterapkan dalam memberikan perlindungan kepada Konsumen Jasa Sistem Pembayaran meliputi:
a)      keadilan dan keandalan;
b)      transparansi;
c)      perlindungan data dan/atau informasi Konsumen; dan
d)     penanganan dan penyelesaian pengaduan yang efektif.
·         PBI ini mengatur hak, kewajiban, dan larangan bagi Penyelenggara dalam melakukan kegiatan Sistem Pembayaran, antara lain sebagai berikut:
a)      Hak Penyelenggara
1)   memastikan itikad baik Konsumen; dan
2)   mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.
b.   Kewajiban Penyelenggara
1)   memberikan kesetaraan akses kepada Konsumen;
2)   memiliki mekanisme dan prosedur pemberian layanan akses, termasuk mekanisme dan prosedur pemberian layanan akses kepada Konsumen berkebutuhan khusus;
3)   memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Konsumen jika akan memberikan jasa Sistem Pembayaran yang berdampak biaya bagi Konsumen;
4) memiliki pedoman penetapan biaya untuk menetapkan biaya secara wajar;
5) menyediakan sistem yang andal dalam menyelenggarakan kegiatan jasa Sistem Pembayaran;
B. Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (www.bi.go.id).
1.         Perubahan Peraturan Bank Indonesia ini diterbitkan untuk meningkatkan penerapan aspek kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen, dan manajemen risiko pemberian kredit dalam penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK).
2.         Pokok-pokok materi perubahan yang dimuat dalam Peraturan Bank Indonesia ini antara lain meliputi:
a)         penegasan definisi Acquirer dalam rangka memperjelas peran dan cakupan kegiatan Acquirer, serta pencantuman definisi Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain, yang dikenal dengan Alih Daya.
b)         pengaturan batas maksimum suku bunga Kartu Kredit, yang besarnya ditetapkan Bank Indonesia dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
c)         pengaturan persyaratan dalam pemberian fasilitas Kartu Kredit seperti batas minimum usia, batas minimum pendapatan, batas maksimum plafon kredit, dan jumlah maksimum Penerbit yang dapat memberikan fasiltas Kartu Kredit yang akan diatur secara rinci dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
4.      Konsep Kartu Kredit (Sejarah, Pihak Terkait, Manfaat Dan Mekanisme Kartu Kredit)
·         SEJARAH KARTU KREDIT
            Ide penggunaan kartu kredit diawali pada 1950-an secara kebetulan. Peristiwanya terjadi di Kota New York, Amereka Serikat pada sebuah restoran. Seorang pengusaha bernama Frank McNamara mengadakan perjamuan makan bagi rekan usahanya di restoran tersebut. Pada saat akan membayar, ia kebingungan dan malu karena ternyata lupa membawa uang tunai sama sekali. Satu-satunya tindakan yang dapat dilakukannya hanyalah meninggalkan karu identitas dengan maksud akan membayar kepada restoran tersebut setelah ia pulang untuk mengambil uang tunai dalam jumlah yang cukup. Kartu identitas tersebut berlaku sebagai semacam jaminan bahwa si pengusaha pasti akan melunasi kewajibannya (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2104: 334).
Kartu plastik mulai diperkenalkan kepada masyarakat dan masyarakat sedikit demi sedikit mulai terbiasa dengan penggunaan kartu kredit  dan kartu ATM. Citibank dan Bank Duta adalah bank-bank yang termasuk pelopor penggunaan kartu plastik di Indonesia melalui kerja samanya dengan Visa Internasional dan Mastercard International. Perkembangan kartu plastik semakin pesat dengan dibangunnya jaringan perbankan di seluruh Indonesia, dan nama-nama kartu yang lain mulai diperkenalkan seperti Amex Card, BCA Card, Astra Card, Procard, Exim Smart, dan lain-lain sesuai dengan fungsi dan keunggulannya masing-masin. (Nuritomo dan Budisantoso, Totok , 2014: 335)
·         PIHAK TERKAIT

Pihak-pihak yang terkait dengan penggunaan kartu kredit meliputi hal-hal sebagai berikut (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014: 335):
a.         Penerbit (issuer)
Issuer adalah pihak atau lembaga yang menerbitkan dan mengelola kartu kredit. Lembaga penerbit ini dapat berupa lembaga keuangan bukan bank yang secara khusus bergerak dalam bidang kartu kredit, lembaga keuangan bukan bank lain, bank, atau perusahaan nonlembaga keuangan.
b.         Pengelola (acquirer)
Acquirer adalah pihak yang melewati kepentingan penertbit kartu untuk menyalurkan kartu kredit,  melakukan penagihan pada pemilik kartu, melakukan pembayaran kepada pihak merchant.
c.         Pemilik Kartu (card holder)
Pemilik kartu adalah pihak yang menggunakan kartu kredit untuk kegiatan pembayarannya. Seseorang yang ingin mempunyai kartu kredit belum tentu selalu disetujui apabila mengajukan permohonan kartu kredit kepada acquirer atau issuer.
d.         Penjual (merchant)
Merchant adalah pihak penjual barang dan jasa yang dibeli oleh pemilik kartu dengan menggunakan kartu kreditnya. Sebelum merchant menerima pembayaran dengan kartu kredit tertentu, merchant tersebut terlebih dahulu mengadakan perjanjian kerjasama dengan issuer dan acquirer.
·         MANFAAT
Secara umum, pengunaan kartu kredit sangat bermanfaat bagi peningkatan efisiensi dan keamanan transkasi jual beli. Apabila ditinjau dari sisi pihak-pihak yang terkait dalam penggunaan kartu kredit, maka manfaat dapat dikelompokan sebagai berikut (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014: 338):
1.         Bagi Pemilik Kartu
a.         Risiko kehilangan dan pencurian uang lebih rendah karena kalaupun kartu hilang, pemilik kartu dapat segera menghubungi issuer atau acquirer untuk memblokir kartu. Kartu yang telah diblokir tidak dapat digunakan lagi sebagai alat pembayaran pada merchant.
b.         Lebih praktis karena tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar.
c.         Mengatasi kebutuhan dana mendesak dalam jangka waktu pendek tanpa harus mengajukan permohonan kredit kepada bank atau lembaga keuangan lain.
d.         Fasilitas lain yang ditawarkan oleh issuer pada kartu kredit yang diterbitkan seperti asuransi, informasi dokter, kemudahan pembelian barang dan jasa pada merchant tertentu, dan lain-lain.
2.         Bagi Issuer
Manfaat yang dapat diterima oleh issuer adalah adanya penerimaan yang berasal dari:
a.         Uang pangkal;
b.         iuran tahunan;
c.         diskon terhadap pembayaran kepada merchant
d.         bunga atas sisa tagihan yang belum dibayar;
e.         bunga atas pelanggaran batas maksimum kredit;
f.          denda atas keterlambatan pembayaran.
3.         Bagi Merchant
a.         Risiko kehilangan dan pencurian uang lebih rendah karena pembayaran oleh pembeli tidak dengan uang tunai.
b.         Lebih praktis karena tidak pelu menyimpan uang tunai di kasir dalam jumlah besar.
c.         Peningkatan penjualan karena pembeli dapat membeli secara kredit melalui issuer.
4.         Bagi Acquirer
a.         Penerimaan berupa interchange fee.
b.         Pemilik kartu dapat disyaratkan untuk memiliki rekening simpanan pada acquirer yang berupa bank.
c.         Acquirer yang berupa bank berkesempatan untuk menawarkan produk-produknya yang lain pada pemilik kartu.
·         MEKANISME KARTU KREDIT
Meskipun tidak ada perbedaan yang penting, mekanisme penggunaan kartu kredit dapat dibedakan antara mekanisme yang melibatkan pihak acquirer dan mekanisme yang tanpa acquirer. Kedua mekanisme penggunaan kartu kartu kredit tersebut akan diuraikan dalam tahap-tahap sejak adanya perjanjian awal, kemudian adanya permohonan kartu kredit oleh calon pemilik kartu sampai dengan pembayaran tagihan sebagai berikut (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014: 340):
a.          Melibatkan Pihak Acquirer
1.         Penerbitan kartu oleh issuer.
2.         Perjanjian antara issuer dengan merchant
3.         Perjanjian antara issuer dengan acquirer
4.         Permohonan kartu kredit oleh calon pemilik kartu
b.         Tidak Melibatkan Pihak Acquirer
1.         Penerbitan kartu oleh issuer.
2.         Perjanjian antara issuer dengan merchant.
3.         Permohonan kartu kredit oleh calon pemilik kartu.
4.         Analisis oleh issuer mengenai kelayakan calon untuk menjadi pemilik kartu. Limit kredit yang lebih tinggi biasanya disertai persyaratan yang lebih berat bagi calon pemilik kartu.
Sebelum kartu kredit dapat mulai digunakan terlebih dahulu harus diadakan perjanjian antara lain (Nuritomo dan Budisantoso, Totok, 2014: 336):
1.   Perjanjian antara issuer dengan acquirer
Perjanjian ini terutama meliputi hal-hal teknis yang menyangkut tugas dan hak acquirer secara operasional dalam hal menyalurkan kartu kredit, melakukan penagihan, dan pembayaran kepada merchant, termasuk persyaratan-persyaratan yang akan diterapkan terhadap pemilik kartu dan merchant.
2. Perjanjian antara issuer dengan pemilik kartu
Perjanjian ini meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a.       Perjanjian umum
b.      Pembayaran tagihan
c.       Bunga
d.      Biaya
e.       Transaksi dalam valas
f.       Lain-lain
3.   Perjanjian antara issuer dengan merchant
Perjanjian ini meliputi beberapa hal antara lain:
a.       Hak issuer
b.      Hak merchant
c.       Kewajiban merchant
5.      Diskusi: Pelanggaran-Pelanggaran Dan Kasus Kriminal Barbasis Kartu Plastik

Dikutip dari berita tempo 20 Maret 2013, kejahatan uang plastik terus bertambah setiap tahun. Juru bicara Bank Indonesia, Difi A. Johansyah, mengatakan angka pemalsuan kartu kredit dan debit terus meningkat. 
Pada 2012, Bank Indonesia mencatat angka kejahatan uang plastik mencapai 22 ribu kasus, naik dibanding tahun sebelumnya yang sebanyak 19.700 kasus. Sedangkan pada 2010, kasusnya sebesar 18.122. Tahun 2012 ada 11 jenis kejahatan, seperti memakai identitas fiktif untuk kartu kredit, mengubah identitas pemilik kartu atautake over, dan menggunakan kartu kredit milik orang lain.
Data ini digunakan Bank Indonesia sebagai dasar analisis sebelum menentukan dan melakukan mitigasi risiko. Dugaan pencurian data terjadi pada saat nasabah berbelanja di gerai The Body Shop. Sumber Tempo mengatakan data curian itu digunakan untuk membuat kartu duplikat yang ditransaksikan di Amerika Serikat dan Meksiko. Data yang dicuri berasal dari berbagai bank, di antaranya Bank BCA dan Bank Mandiri. Jumlah kerugian nasabah ditaksir ratusan juta rupiah.
Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) telah meminta sejumlah gerai untuk tak mengambil data nasabah dari kartu kredit ataupun kartu debit yang menggunakan sistem magnetic stripe. General Manager AKKI, Steve Marta, mengatakan data nasabah yang disimpan oleh gerai tersebut bisa digunakan untuk pemalsuan kartu kredit.
Mengacu pada pengalaman sebelumnya, General Manager AKKI, Steve Marta,  mengungkapkan, pencurian data semacam ini dilakukan oleh oknum, bukan oleh merchant.  Transaksi dengan kartu kredit tiruan terjadi di negara-negara yang masih menggunakan kartu magnetic stripe. Sedangkan transaksi kartu debit tiruan biasanya dilakukan di dalam negeri.
Indonesia menerapkan dua sistem pada transaksi kartu kredit, yaitu magnetic stripe dan cip. Penggunaan cip bertujuan untuk mengantisipasi tindak kejahatan kartu kredit. Sedangkan transaksi kartu kredit dengan magnetic stripe sebenarnya sudah dilarang.
Chief Financial Officer The Body Shop Indonesia, Jahja Wirawan Sudomo, mengatakan perusahaan sedang menyelidiki kasus pemalsuan data nasabah. Pekan depan, hasil penyelidikan akan diserahkan ke kepolisian. Untuk sementara waktu, The Body Shop tidak menerima pembayaran melalui kartu kredit dan debit. Dari kasus ini Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah agar menerbitkan undang-undang yang mengatur perlindungan data nasabah. (dikutip dari berita m.tempo.co)

Perlindungan Hukum yang Diberikan Oleh Bank Kepada Pemegang Kartu Kredit
Menurut keterangan dari Bapak Nanang Indra Maya sebagai Assisten Marketing Officer (program kartu kredit) pada Bank Mandiri Cabang Mataram, dalam hubungan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah pemegang kartu kredit antara lain dengan cara (Sari, Ni Ketut Devy Ratna, 2014) :
a.   Perlindungan Hukum Preventif; Perlindungan hukum preventifbertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Upaya perlindunganhukum preventif pada Bank Mandiri didasarkan sesuai dengan UndangUndang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen khususnyadalam Pasal 4 huruf a.
Berdasarkan pasal di atas didapatlah kebijakan dari pihak Bank yangmerupakan implementasi dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu dengan mengeluarkan chip yang digunakan hanya sebagai pengaman terhadap pemalsuan atau penggandaan atas fisik kartu kredit. Dan demi kenyamanan dan keamanan konsumen, per tanggal 1 Januari 2015 Bank Mandiri akan mengimplementasikan penggunaan PIN (Personal Identiti Number) untuk setiap transaksi kartu kredit yang dilakukan di mesin EDC di Indonesia. Penggunaan PIN akan menggantikan tertandatangan pada sales draft (Sari, Ni Ketut Devy Ratna, 2014).
b. Perlindungan Hukum Represif; Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa terhadap nasabah pemegang kartu kredit diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu Pasal 19 ayat (1) dan (2), Pasal 23, Pasal 45 ayat (1) dan Pasal 64. Dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) disebutkan (Sari, Ni Ketut Devy Ratna, 2014):
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau serta nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ada suatu tindaka kejahatan kartu plastik yang disebut carding. Dimana carding adalah kejahatan terhadap kartu kredit orang lain dengan caramencuri nomor kartu kredit milik orang lain. Setelah mendapatkan nomor kartukredit maka orang tersebut menggunakannya untuk melakukan transaksi diperdagangan internet (Sari, Ni Ketut Devy Ratna, 2014).
Carding merupakan suatu tindakan penyalahgunaan kartu kredit ataupunkartu ATM yang dalam hal ini diperoleh dengan berbagai cara. Sehingga orangyang mempunyai kartu kredit maupun ATM menderita kerugian atas tindakannyatersebut. Tindakan tersebut merupakan suatu bentuk penipuan yang diawalidengan pencurian data-data pemilik kartu melalui internet (Sari, Ni Ketut Devy Ratna, 2014)  .
Dalam hal terjadinya carding pada nasabah pemegang kartu kredit, bank selaku penerbit tidak bertanggung jawab atas terjadinya carding karena yang di anggap lalai adalah nasabah dan bukan pihak bank. Jadi, tanggung jawab dibebankan kepada siapa yang bersalah melakukan pemalsuan. Carding merupakan tindak kejahatan yang menjadi lingkup tindak pidana, akan tetapi penyelesaian dilakukan secara perdata, pemegang kartu kredit ikut bertanggung jawab jika bermasalah, baik karena kesengajaan atau kurang hati-hati. Misalnya, seseorang meminjamkan kartunya kepada orang yang melakukan pemalsuan. Jika, tidak ada satu pihak pun yang dapat dimintai tanggung jawab, maka yang bertanggung jawab adalah mereka yang harus menanggung risiko secara hukum perdata dalam perjanjian pinjam uang (antara pihak penerbit dengan pihak pemegang) (Sari, Ni Ketut Devy Ratna, 2014).

No comments:

Post a Comment